Keberadaan televisi dan alat elektronik pendukungnya yang semakin tersebar luas mengakibatkan kuatnya intensitas penggunaan televisi oleh keluarga sehingga hampir semua keluarga memiliki televisi atau tidak kesulitan mengakses acara televisi.
Dilihat dari intensitas alokasi waktu yang digunakan untuk menonton TV, setiap daerah dan juga keluarga memiliki variasi meskipun secara keseluruhan cukup intens (lebih dari 1 jam per hari). Intensitas penggunaan televisi memunculkan kekhawatiran sebagian besar orang tua sehingga orang tua berupaya untuk membatasi dengan cara melarang atau juga mengalihkan aktivitas anak ke aktivitas lainnya.
Kekhawatiran orang tua tersebut disebabkan oleh banyaknya acara televisi yang kurang konstruktif, bahkan cenderung anti sosial. Hal ini sejajar dengan hasil penelitian yang menunjukkan kecenderungan anak untuk menonton acara TV yang anti sosial.
Orangtua meresahkan pengaruh acara televisi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya, keresahan dengan adanya sinetron anak yang bertema dewasa membuat perilaku anak-anak seperti orang dewasa, misalnya, anak-anak sudah tahu tentang adegan perkosaan, pacaran, selingkuh, dan bahkan anak-anak perempuan mulai minta peralatan kosmetik untuk bersolek.
Hal itu diperparah dengan adanya persaingan di antara stasiun televisi yang semakin ketat sehingga mereka bersaing tanpa memperhatikan dampak negatif dari tayangan tersebut. Persaingan antar media massa juga berdampak pada perilaku kurang sehat dari para pengelola media massa yang ditunjukkan dengan rendahnya self-cencorship sehingga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) banyak memberikan teguran bahkan diancam dilaporkan ke polisi.
Selain itu, keterbatasan kemampuan orang tua dalam mendampingi anak bahkan juga ada kekurangpedulian orang sehingga kurang mempedulikan kondisi yang tengah terjadi antara televisi dan anak-anaknya. Keluarga Ikut Membangun Kecerdasan Anak.
Berdasarkan fenomena tersebut, setidaknya ada dua masalah yang perlu didalami tentang Televisi Dan Perubahan Perilaku Anak, yaitu:
- Tingginya intensitas penggunaan televisi tidak diiringi dengan berkembangnya budaya dan literasi media (media literacy) sehingga orang tua memiliki keterbatasan waktu dan pengetahuan dalam mendampingi anaknya yang menonton televisi. Hal ini mengakibatkan perubahan perilaku anak yang menjadi cepat dewasa secara seksual dibandingkan kematangan umur dan mentalnya. Hal ini diperparah dengan banyaknya visualisasi kekerasan yang gampang ditiru oleh anak sehingga berkembang perilaku agresif dan kecenderungan melakukan kekerasan di kalangan anak-anak;
- Berbagai acara televisi menawarkan berbagai tayangan menarik ke ruang pribadi keluarga dan anak sehingga banyak waktu yang terbuang untuk menonton televisi yang secara bertahap memunculkan sikap malas belajar karena tergoda tayangan televisi.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diperlukan kebijakan yang mampu mendorong semua pihak untuk peduli (ramah) terhadap tumbuh kembang anak. Alternatif kebijakan yang dapat dilakukan adalah:
- Memperkuat sinergi Komisi Penyiaran Indonesia dan pemerintah dalam menata dan mengatur ruang publik, khususnya program dan frekuensi televisi yang ramah anak.
- Melakukan berbagai komunikasi, sosialisasi dan edukasi dalam meningkatkan tingkat melek media (media literacy) orang tua sehingga mampu menyikapi kehadiran televisi secara arif dan peduli untuk mendampingi dan membimbing anaknya ketika menonton televisi.
- Menumbuhkembangkan berbagai partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap media massa, terutama televisi, misalnya melalui media wacth.
- Mendorong tumbuhnya kesadaran dan kepatuhan para pengelola media massa.
Televisi Dan Perubahan Perilaku Anak