Semua Orang Bisa Beresiko Memiliki Keturunan Autis

anak autis

Stop menyebut autis untuk mencandai orang yang terlihat anti sosial! Perlu diketahui, sejak ditetapkannya hari autis sedunia setiap tanggal 2 April, candaan dengan menyebut kata autis merupakan suatu penghinaan. Penetapan hari peringatan autis tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, masih banyak orang yang menganggap bahwa autis adalah penyakit yang berhubungan dengan kelainan mental atau kejiwaan.

Autis juga sering disamakan dengan down syndrome. Agar tidak salah kaprah mengenai autis, ketahui tentang penyebab dan gejalanya. Meskipun normal dan sehat, semua orang bisa beresiko memiliki keturunan autis.

Penyebab dan Gejala Autis

Autis merupakan gangguan yang terjadi pada sistem syaraf otak sehingga menghambat perkembangan cara kerjanya. Menurut catatan UNESCO bahwa penyandang autis setiap tahunnya terus bertambah di seluruh negara. Bahkan menurut ahli psikiater khusus pemerhati autisme mengatakan bahwa setiap tahunnya sejak tahun 2012, terdapat 500 anak Indonesia diketahui memiliki gejala autis.

Adapun penyebab gejala autis hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Tetapi info berdasarkan penelitian menyimpulkan bahwa penyebab autis bersifat bawaan dari lahir karena faktor genetik dan lingkungan yang tercemar terutama diakibatkan oleh logam.

Gejala autis pada awalnya sulit untuk diprediksikan. Namun menurut para ahli kesehatan, gejala autis bisa di lihat sejak masih anak-anak usia 2 atau 3 tahun. Anak-anak penyandang autis biasanya sudah mengalami kesulitan saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Mereka seolah-olah asyik dengan dunianya sendiri tanpa peduli orang dan lingkungan sekitar.

Ciri-ciri anak dengan gejala autis adalah:

1. Saat berusia 2 atau 3 tahun seringkali menghindari bertatapan mata dengan orang tua atau orang di sekitarnya.

2. Mengalami keterlambatan dalam berbicara atau lebih sering menggunakan bahasa isyarat tangan untuk berkomunikasi.

3. Ketika mengalami nyeri atau sakit, ia tidak peka untuk menunjukkannya seperti layaknya anak normal.

4. Melakukan gerakan berulang-ulang dalam tingkah laku kesehariannya terutama saat bermain.

5. Tidak merespon kalimat yang diucapkan dari orang tua atau pengasuhnya.

6. Lebih memilih bermain sendiri dibandingkan berkumpul dengan teman-temannya.

7. Emosinya labil dengan menunjukkan kejengkelan atau kemarahan dengan cara membuat kerusuhan.

Ciri-ciri di atas bersifat umum untuk gejala autis. Meskipun autis sering dikatakan sebagai orang yang anti sosial, bukan berarti mereka tidak bisa hidup bermasyarakat. Dibutuhkan penanganan khusus agar mereka bisa hidup normal di masyarakat.

Penanganan untuk autis

Mereka yang menyandang autis bukan berarti sulit untuk disembuhkan secara total. Dibutuhkan penanganan yang tepat agar penyandang autis bisa hidup normal atau menjadi sukses di kemudian hari.

Para ahli biomedik menyatakan bahwa penanganan untuk penyandang autis dilakukan dengan dua 2 cara yaitu:

1. Pemberian terapi insentif terutama saat usia 2 tahun agar perkembangan IQ nya mengalami peningkatan.

2. Tidak mengkonsumsi susu, coklat dan makanan dari tepung terigu karena bisa memperburuk kesehatan terutama dalam perkembangan otaknya.

Kedua cara tersebut mungkin saja berbeda bila di lihat tipe-tipe autis. Tetapi agar tidak bertambah fatal di kemudian hari, sebaiknya penanganan autis diupayakan sejak terdeteksi ciri-ciri gejalanya saat ia berusia 2 atau 3 tahun.

Berdasarkan faktor penyebab yaitu lingkungan tercemar terutama polusi udara akibat limbah dari logam, maka semua orang bisa berisiko memiliki keturunan autis. Kenali gejala autis terutama pada tumbuh kembang anak usia di bawah 5 tahun.

Seorang penyandang autis bisa hidup normal bahkan berprestasi bila telah mendapat perawatan khusus dari orang-orang di sekitarnya.

Recommended For You

About the Author: Keluargaku

Lentera Keluarga turut mengantar menuju masyarakat Indonesia yang mandiri dan sejahtera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *